Pendidik di kelompok ini melakukan pembelajaran daring sebatas mengirim
bahan ajar melalui media sosial yang populer seperti Whatsapp (WA) atau melalui
email. Ini biasanya dilakukan oleh pendidik yang masih gagap terhadap
teknologi dan terbatas dalam pemahaman pedagoginya. Batas kemampuan mengajar
dengan menggunakan teknologi hanya sebatas berkomunikasi di media sossial
sekelas WA. Sebagai akibatnya pengalaman sekolah yang sangat beragam hanya
tergantikan oleh komunikasi melalui WA atau
email. Ini tentunya dapat
membuat peserta belajar merasa bosan dan sangat merasakan kehilangan suasana
sekolah seperti yang mereka nikmati sebelumnya.
Kelompok 2
Pendidik di kelompok yang kedua ini melakukan pembelajaran melalui
platform
seperti Moodle, Edmodo, Google Classroom, Schoology atau
platform lain
yang sejenis. Pendidik di level 2 paham tentang LMS (
Learning Management
System) dan dapat memanfaatkan fitur-fitur yang ada misalnya untuk
melakukan kuis. Namun demikian komunikasinya yang terjadi masih sebatas
bertukar catatan saja dan tidak ada interaksi yang langsung secara verbal, atau
secara verbal dan visual sekaligus misalnya melalui
video call.
Peserta didik mungkin akan merasakan sebuah pengalaman baru dan berbeda untuk
beberapa saat namun dalam jangka panjang bila hanya s
eperti ini saja maka peserta belajar akan kehilangan suasana sosial dalam
belajar.
Kelompok 3
Pendidik di kelompok ini sanggup
mengelola pembelajaran melalui platform LMS (Learning Management System)
seperti di atas dan juga mengkurasi bahan ajar yang terdapat di internet
seperti di Ruangguru, Zenius dll. serta secara sengaja menciptakan interaksi
langsung yang terjadwal dengan peserta didik secara sinkron. Di kelompok ini
pendidik dengan peserta didik berkomunikasi dan berinteraksi langsung dengan
mendengar suara, atau suara dan gambar walaupun itu dilakukan melalui
teknologi. Untuk para pendidik yang masuk di kelompok 3 ini interaksi sosial
menjadi agenda dari rencana pembelajaran.
Oleh karena seyogianya menjadi
pendidik yang masuk di dalam kelompok 3 ini menjadi syarat minimum untuk
menjadi pendidik di dalam pembelajaran daring.
Kelompok 4
Pendidik di kelompok 4 ini melakukan pembelajaran daring seperti kelompok 3
namun mereka menambahkannya dengan instruksi belajar yang lebih bervariasi
termasuk menjadikan dirinya sendiri sebagai sumber belajar dengan cara
membagikan rekaman suara atau video yang diproduksi sendiri untuk keperluan
pembelajaran daring. Pendidik dapat menghasilkan instruksi-instruksi yang
memandu peserta didik untuk bisa melakukan
collaborative learning dan
experiential
learning secara mandiri di tempat masing-masing.
Mereka terkoneksi dengan peserta didik dan bisa menghidupkan suasana belajar
walau itu terjadi dalam jarak jauh dan bukan di dalam suasana sekolah. Mereka
bisa memandu peserta didik untuk melihat rumahnya dan keluarganya sendiri
sebagai sebuah laboratorium ilmu pengetahuan alam dan juga laboratorium untuk
ilmu sosial. Peserta didik akan merasa bahwa belajar jarak jauh itu tidak
terbatas hanya ketika mereka membaca, menonton, mencatat dan mengerjakan tugas
di depan ponsel atau laptopnya. Peserta didik yang memiliki pendidik dari
kelompok 4 ini adalah peserta didik yang beruntung karena ditengah pandemik
yang memaksa mereka di rumah saja, mereka tetap dapat menikmati pengalaman
belajar yang bermutu dan juga asyik.
Sebagai kesimpulannya, momen “paksaan” masuk ke
pembelajaran daring ini janganlah dipandang hanya sekedar solusi sementara
untuk pandemik Covid-19 tetapi seyogyanya kita bisa manfaatkan jadi sebuah batu
pijakan untuk melakukan lompatan katak menuju transformasi digital dunia
pendidikan Indonesia.
Bagaimana caranya? Mari bergerak dan memastikan diri untuk
menjadi pendidik yang berada di kelompok 4. Semakin banyak pendidik Indonesia
yang berada di kelompok 4 ini maka kita akan makin siap melakukan “lompatan
katak” dalam meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan.
Kita bersama akan membebaskan diri dari kesulitan mendiseminasi pendidikan
berkualitas dari keterbatasan lokasi dan waktu. Bangunan sekolah dan jam
sekolah bukan lagi satu-satunya cara untuk menikmati pembelajaran yang
berkualitas. Inilah salah satu contoh dampak dari integrasi teknologi ke dalam
“model
bisnis
” pendidikan yang dapat mengakselerasi gerak kita mencapai
tujuan pendidikan.
Pustaka
Protopsaltis & S, Baum (2019),
Does Online Education Live to Its Promise: A Look at the Evidence and
Implications for Federal Policy. Diunduh dari https://mason.gmu.edu/~sprotops/OnlineEd.pdf
The Future State Universities
(2011), Research on the Effectiveness of Online Learning: A Compilation of
Research on Online Learning. Diunduh dari
https://www.immagic.com/eLibrary/ARCHIVES/GENERAL/ACPTR_US/A110923F.pdf
sumber : Ir. Antonius Tanan MBA,
M.Sc, MA
https://guruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/4-kelompok-pendidik-cara-daring/